Kamis, 21 Juni 2012

Laporan Penelitian Museum


PEMBAHASAN
DESKRIPSI MUSEUM CANDI BATUJAYA, KARAWANG

Pengantar
Jawa Barat dianggap miskin tentang tinggalan masa lalu berupa candi. Namun citra ini mulai berubah dengan ditemukannya beberapa situs yang diidentifikasi sebagai di beberapa wilayah seperti Cangkuang (Garut), situs Binangun, Pamarican, dan Rajeg wesi (Ciamis), Cibuaya dan Batujaya (Karawang) serta Bojongmenje (Bandung). Dugaaan para ahli, hanya bangunan-bangunan candi di situs batujaya sajalah yang memiliki latar agama Budha, sedangkan candi-candi yang lainnya berlatarbelakangi Hinduistik.
Memperhatikan potensi Situs Candi Batujaya yang begitu besar, baik untuk pelestarian tinggalan budaya, pemanfaatan dan pengembangannya, maka dinas kebudayaan dan pariwisata Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Deputi Sejarah dan Purbakala menyelenggarakan workshop pelestarian dan pengembangan situs Candi Batujaya yang digelar pada bulan April tahun 2002. Mengacu kepada rumusan hasil workshop  tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui DISBUDPAR mendirikan gedung penyelamatan benda Cagar Budaya Situs Batujaya. Melalui gedung penyelamatan tersebut, hasil penelitian para ahli mengenai situs ini hendak diinformasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat luas. Tujuannya untuk menambah wawasan dan meningkatkan apresiasi pengunjungnya terhadap Sejarah dan Budaya masa lalu di daerah ini. Serta mengundang para ahli yang berminat ingin menguak  Misteri yang belum terungkap melalui penelitiannya.
1.      Sejarah Berdirinya Museum Situs Candi Batujaya
Museum Situs Candi Batujaya didirikan pada tahun 2004 dan disahkan langsung lewat penandatanganan sebagai bentuk resminya Museum yang dilakukan oleh Gubernur Drs. H. Dani Setiawan, M.Si. Secara geografis Museum Situs Candi Batujaya berada di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang. Berbeda dengan Situs itu sendiri yang secara letak wilayah terdapat di 2 desa, yaitu Ds. Segaran, Batujaya dan Ds. Teluk Buyung, Pakisjaya. Jalur tempuh yang harus dilakukan bila sudah berada di Karawang Kota tidak lebih dari 50 Km untuk sampai ke Situs maupun Museum tersebut. Adapun Museum ini adalah berada dibawah naungan dan pengelolaan BPKNST (Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan Nilai Tradisional), Jawa Barat. Sementara Situs Batujaya sendiri berada dalam pengelolaan BP3 Serang, Banten.
2.      Latar Belakang Historis ditemukannya Areal Percandian sebagai Objek koleksi Museum Situs Candi Batujaya
Perlu diketahui bahwa tinggalan yang dimuseumkan berasal dari Situs Candi Batujaya. Selain itu juga ada beberapa tinggalan Situs Cibuaya yang disimpan di Museum ini. Sebelum mendeskripsikan tinggalan-tinggalan, alangkah baiknya sedikit dijelaskan terlebih dahulu mengenai sejarah Situs Batujaya itu sendiri.
Sebenarnya, jauh sebelum candi di Batujaya ditemukan, terlebih dahulu telah ditemukan didaerah Cibuaya sebuah situs yang kemudian diberi nama Candi Lemah Duhur yang bercorakan Hinduistik. Setelah melakukan penelitian berulang-kali, di daerah Batujaya-pun ada indikasi beberapa situs yang memang pada tahun 1984 dapat dipastikan. Menyusulah Candi Jiwa yang dieksavasi pada tahun 1996. Secara historis, ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara (abad 4 – 8 M) wilayahnya mencakup Karawang, Bekasi, Jakarta, Bogor dan Pandeglang. Itu dapat dibuktikan karena telah banyak ditemukan prasasti-prasati didaerah tersebut seperti Prasasti Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Pasir Jambu (Bogor), Prasasti Tugu (Jakarta), dan Prasasti Munjul di daerah Pandeglang, Banten. Adapaun bentuk fisik berupa Situs Candi samapi saat ini sepenuhnya berada didaerah Karawang. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pada waktu itu, bisa dikatakan ada sekitar 32 Situs yang berada di Batujaya. Akan tetapi sampai saat ini, baru sekitar 8 situs yang sudah ditemukan. Secara sempurna, barulah Candi Jiwa dan Blandongan saja yang berhasil di ekskavasi. Corak Budhistik merupakan bentuk riil dari tinggalan situs ini. Sementara situs di daerah Cibuaya adalah Hinduistik (7 – 8 M).
3.      Sekitar Koleksi Museum Situs Candi Batujaya
Koleksi yang ada di Museum ini secara garis besar diambil dari temuan yang ada pada Situs Candi, kubur, ataupun yang lainnya. Adapun penggambaran dari koleksi tersebut adalah sebagai berikut.
Arca Batu, ditemukan di kompleks percandian Batujaya bukanlah sebuah arca yang utuh melainkan hanya sebuah pecahan kecil, yang merupakan fragmen kepala yang memperlihatkan ikalan rambut Buddha. Adapun secara jelasnya, pecahan arca tersebut ditemukan di situs SEG V (Candi Blandongan) dalam runtuhan bata.
Arca Perunggu, hanya berupa fragmen kaki berukuran kecil sebanyak tiga buah. Ditemukan di dalam reruntuhan bata di situs SEG V (Candi Blandonga). Bisa dipastikan bahwa ketiga arca kaki kecil tersebut adalah patung Buddha berdiri yang mempunyai ukuran tingginya sekitar 15-20 cm.
            Arca Stuko, arca-arca yang terbuat dari bahan stuko hanya ditemukan di situs Telagajaya I-C. Arca-arca ini ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak, sekitar 15 buah, dalam bentuk arca-arca kepala yang menggambarkan tokoh manusia atau mahluk kedewataan, dan arca kepala hewan.
            Arca Terakota, Di Museum Sri Baduga, Bandung, tersimpan sebuah koleksi berupa kepala arca yang terbuat dari bahan terakota, berukuran tinggi sekitar 25 cm.
Harus diketahui, gerabah juga adalah bagian dari artefak yang ditemukan di situs kawasan Batujaya.  Gerabah dari kawasan situs ini dapat di bedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) Gerabah Batujaya, yang meliputi gerabah Kompleks Buni dari masa akhir pra-Sejarah dan Gerabah masa Tarumanegara; (2) Gerabah Arikamedu.
Temuan logam-logam dari situs-situs di kawasan Batujaya dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok, yaitu alat logam perunggu dan alat logam besi. Alat logam perunggu yang ditemukan adalah kapak perunggu dari zaman pra-Sejarah, sedangkan alat-alat besi berupa parang, pisau atau belati dan ujung tombak, ditemukan baik pada lapisan budaya pra-Sejarah bersama-sama benda gerabah, maupun yang ditemukan pada lapisan budaya masa percandian. Di daerah Batujaya pernah dilaporkan adanya temuan berupa cetakan kapak perunggu (bivalve) (Sutayasa, 1975: 95).
Alat batu yang ditemukan di kawasan situs Batujaya jumlah dan jenisnya sangat terbatas, sehingga hanya dapat dikelompokan dalam dua kelompok berdasarkan jenis artefaknya, yaitu alat batu neolitik dan alat batu pipisan. Alat batu neolitik yang ditemukan berupa beliung persegi yang umumnya terbuat dari bahan batu kalsedon. Pada situs SEG V Blandongan telah ditemukan pula beberapa alat batu berupa kapak neolitik. Adapun di kotak ekskavasi A-4 yang dilakukan seperti itu ditemukan dua buah alat batu neolitik, berupa beliung persegi yang ditemukan pada lapisan yang mengandung temuan gerabah yang berfungsi sebagai undak-undakan atau anak tangga menggantikan peranan undakan bata yang sudah aus.
Perhiasan yang ditemukan terdiri dari manik-manik yang terbuat dari bahan batu dan kaca, gelang dari bahan kulti kerang dan emas. Temuan perhiasan berupa manik-manik ditemukan di beberapa situs, seperti SEG II, SEG V, TLJ I dan beberapa situs lain yang digarap penduduK.
Diantara temuan-temuan yang diperoleh dari ekskavasi yang dilakukan oleh BP3 Serang di situs SEG V terdapat pula temuan berupa kaca gelas dalam bentuk pecahan wadah yang tidak dapat dikenali lagi bentuk utuhnya. Pecahan gelas ini ditemukan bersama-sama temuan gerabah dilapisan budaya pra-sejarah dibaawh lapisan candi, di halaman sisi timur laut. Gelas emas adalah salah satu contoh kongkret yang secara fungsionil digunakan sebagai bekal kubur.
Temuan keramik asing umumnya berupa keramik Tionghoa dan keramik dari wilayah Asia Tenggara daratan seperti Annam dan Thailand. Keramik asing lainnya, seperti keramik Eropa, dikawasan situs Batujaya tidak banyak ditemukan, dan keramik ini berasal dari masa yang baru. keramik-keramik asing ini umumnya ditemukan berupa pecahannya yang terdiri dari berbagai bentuk dan jenis wadah, seperti mangkuk, piring, dan tempayan.[1]
4.      Manajemen Koleksi dan Manajemen Museum
Setelah melakukan kunjungan beserta observasi lapangan yang telah saya lakukan di museum Situs Candi Batujaya, dalam manajemen koleksinya sendiri pada dasarnya sama seperti museum pada umumnya. Bila melihat dari koleksi museum yang memang diambil dari penemuan tinggalan yang ada dalam areal percandian yang dilakukan oleh para arkeolog, bisa dipastika sekali lagi bahwa museum situs candi Batujaya adalah museum khusus. Alasannya adalah bahwa koleksi museum hanyalah BCB yang ada di areal percandian. Meskipun disisi lain saya menemukan ada koleksi lain di luar areal percandian di Batujaya.
Dalam hal-hal tertentu secara aplikatif, konservasi lebih banyak dilakukan daripada preserpasi, mengingat bahwa koleksi museum terbuat dari tanah merah, keramik dan lain sebagainya. Biasanya dalam proses pemeliharaan yang dilakukan oleh staf juru pelihara yang dilakukan sebanyak 2 kali sehari seperti membersihkan koleksi dari kepulan debu, lumut dan lain sebagainya. Lebih lanjut lagi, salah seorang jupel menyatakan bahwa bukan hanya membersihkan seperti itu saja, bahan kimia seringkali diperlukan mengingat koleksi yang kebanyakan terbuat dari tanah merah didapati banyak lumut. Maka pada saat itu pulalah bahan kimia tersebut dibutuhkan agar koleksi tetap terjaga.



1.1 Bagan staf museum situs candi Batujaya      
  
                             
Dari tabel di atas sangatlah jelas bahwa ada perbedaan diantara museum-museum pada umumnya. Sebagai perbandingan, biasanya dalam banyak museum seringkali ditemui pengurus museum yang konsentrasi terhadap bidangnya atau lebih jelas masuk dalam struktural museum. Bila melihat tabel diatas, sekali lagi ada perbedaan yang boleh dikatakan unik karena pengurus museum hanya terdiri dari tiga orang saja yang kemudian dinaungi langsung oleh BPKNST Bandung sebagai dewan intruksi yang membina ketiga Jupel diatas.
Lebih jauh lagi disebutkan bahwa tidak ada bidang-bidang tertentu didalam museum ini. Mereka cenderung bekerja sama didalam mengurusi semua perihal tentang ke-museuman. Disisi lain mereka memelihara, memperhatikan bahkan mengurusi benda tinggalan budaya yang layak atau tidaknya masuk untuk dimuseumkan. Biasanya menurut salah satu jupel disana yang bernama Ibu Eha, menyatakan bahwa benda tinggalan areal percandian tidak serta-merta masuk begitu saja. Sama seperti museum pada umumnya, seleksi dilakukan secara intens di museum ini. Lanjut lagi dinyatakan bahwa ada tahapan secara umum didalam mengambil keputusan seleksi benda tinggalan untuk dimuseumkan. Semua tahapan tersebut pada dasarnya telah mampu dikemas dengan melihat corak yang unik dan berbeda dari tinggalan sebelumnya pada koleksi itu sendiri. Sebagai contoh bentuk dari bata ada yang berukuran kecil, standar, dan besar. Bata pipih, lonjong, segi empat dan lain sebagainya. Maka dari itu, bila ada perbedaan dengan tidak menyisihkan aspek yang memenuhi kebutuhan akan keunikan, mempunyai nilai. Secara niscaya benda tersebut akan bisa dijadikan sebagi koleksi museum.
            Adapun alasan-alasan mengenai staf kepengurusan yang masih minim tersebut dikarenakan usia daripada museum ini masih sangat muda serta penegelolaannya-pun cenderung tidak sulit serta tidak memerlukan banyak orang, mengingat koleksi serta luas ruang museum tidak terlalu besar. Kesimpulannya, dari ketiga orang tersebut bahwasannya bisa dan mampu memelihara keberlangsungan museum beserta isinya yang kemudian harus diberi penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat.
5.      Tujuan dan Harapan Staf Museum Candi Batujaya
Seperti yang telah tertera diatas bahwa tujuan dari adanya Museum ini adalah untuk menginfokan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas. Selain itu juga, untuk standar Edukasi, dan meningkatkan apresiasi pengunjung terhadap hal-hal bersejarah dan budaya masa lalu. Perlu diketahui juga bahwa Museum selalu dikunjungi oleh masyarakat daerah, luar daerah maupun Mancanegara.[2]
Ingin menjadikan Museum ini sebagai pusat Dokumentasi, Edukasi, Informasi dan Penelitian, Objek Wisata. Secara personal lewat dialog beserta salah seorang staf ke-museum-an menyatakan agar pemerintah lebih memperhatikan tinggalan budaya yang sangat berharga ini. Apalagi semua belum terungkap, maka baik dukungan moril maupun materil sangat diharapkan. Terlebih pihak Kabupaten Karawang sebagai Pemerintah daerah yang paling bertanggungjawab dan juga sebagai salah satu objek wisata kebanggaan masyarakat Karawang harus lebih memperhatikan. Adapun hal ini diberlakukan karena secara sifat, tinggalan arkais tidak dapat diperbaharui, kadang rapuh dan terbatas, maka perlulah untuk dilestarikan oleh kita semua selaku masyarakat yang peduli akan tinggalan bangsa ini.  












BAB III
PENUTUP
            Akhirnya sampailah sudah kepada tahap akhir dimana saya harus menyimuplkan semua ini. Adapun kesimpulan tersebutadalah diantaranya sebagai berikut.
·         Menurut AICON, museum adalah semua koleksi yang bernilai artistic, teknologi. Meminjam juga pernyataan AAM yang menyatakan bahwa museum adalah institusi yang berupaya menginterpretasikan seluruh manusia dan alamnya.
·         Adapun koleksi yang ada di museum situs candi Batujaya seperti Gerabah, emas, manik-manik, batu-bata dengan berbagai bentuk, perak arca dan masih banyak yang lainnya. Umumnya bahan yang terbuat dari tanah sangatlah mendominasi di museum ini sebagai museum salah satu museum khusus tentunya.
·         Konservasi lebih seringkali ditampilkan dalam upaya pemeliharaan dan pelestarian koleksi museum.
·         Juru Pelihara adalah orang yang ditugasi sama halnya seperti dalam pengurus museum-museum pada umumnya. Mereka dinaungi langsung oleh BPKNST wilayah Bandung, Jawa Barat.


[1] Hasan Djafar, Kompleks Percandian Batujaya, Rekontruksi Sejarah Kebudayaan Daerah Pantai Utara Jawa Barat, Jakarta: Kiblat Buku Utama, Juli 2010. Hlm. 67-102.
[2] Data ini berasal dari pernyataan yang dikemukakan staf Museum Candi Jiwa (Pak Nasri) melalui pertanyaan yang dilontarkan Penulis. (11/03/2012) pkl. 14.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar